Jumat, 12 Juli 2013

Perlukah Bermazhab?

Tadi sempat ngobrol dengan salah seorang teman. Ngobrol kesana kemari akhirnya malah ngobrol masalah mazhab. Dia bilang mazhab itu kayak paket praktis untuk hidup.Terus terang, soal mazhab ini dulu cukup menyita otak saya. Sekarang pun masih begitu. Pertanyaan seperti perlukah bermazhab itu sering muncul. Kalau memang perlu lalu mazhab apa yang harus saya ikuti? Bahkan di negara-negara muslim sendiri berbeda dalam hal mayoritas penduduk pengikut suatu mazhab tertentu. 

Dulu sekali, dalam pikiran saya ngapain sih ikut-ikutan mazhab atau aliran-aliran gitu. Kok kesannya Islam itu terpecah-pecah. Kenapa nggak berpatokan aja dengan ajaran Al-Quran dan Al-Hadis? Atau ikut aja dengan cara beragama yang sudah diajarkan sejak TK? Toh tanpa ikut-ikutan mazhab juga kan saya tetap menjalankan kewajiban saya sebagai seorang muslim. Tapi semakin dewasa, saya mulai mengerti kenapa saya harus bermazhab dan belajar tentang mazhab tersebut. 

Kalau saya pribadi merasakan kebutuhan untuk bermazhab itu muncul saat munculnya pertanyaan-pertanyaan mengenai tata cara beragama. Semakin besar semakin saya sadar bahwa dari hal-hal yang sifatnya seolah sepele saja seperti berdoa atau tata cara shalat, tiap orang mempunyai praktek yang berbeda-beda. Perbedaan-perbedaan ini menimbulkan pertanyaan di benak saya. Kenapa beda? Lalu apa acuan saya mengikuti tata cara yang ini? Guru agama sejak SD? Ajaran orangtua? Saya tidak bisa menjawab. Saat itu, kalau misalnya ada orang yang menjejali saya dengan paham yang melenceng dari yang saya pelajari dari kecil pun saya pasti akan manggut-manggut mengingat begitu awamnya pemikiran saya tentang beragama. Belum lagi soal tafsir hadis yang kadang sering dikutip orang untuk membenarkan atau mengharamkan suatu tindakan. Apakah hadis itu shahih? Itu pertanyaannya. 

Atas dasar hal tersebut saya pun mulai mempelajari mazhab.Sebenarnya, disadari atau tidak setiap orang yang berusaha memahami AL-Quran dan Al-Hadis pasti bermazhab. Jadi kalau saya bilang saya mulai mempelajari mazhab itu berarti saya mulai belajar mengenal macam-macam mazhab dan memilih mazhab  yang paling mempengaruhi saya untuk saya ikuti.Ya karena mazhab itu sendiri adalah cara untuk kembali kepada Al-Quran dan Al-Hadis, itu  yang akan membantu saya menemukan jawaban akan hal-hal yang tidak bisa saya tafsir langsung dari Al-Quran dan Al-Hadis karena keterbatasan ilmu. 

Apa kita tidak bisa hanya berpegang kepada Al Qur'an dan Al-Hadis saja? Bisa. Asal kita sudah berada di level istinbat dimana kita bisa mengistimbah sendiri  Al-Quran dan Al-Hadis itu (Jawaban itu saya peroleh dari sebuah blog yang sayangnya saya lupa sumbernya). Bagi kita orang awam itu pastinya akan memakan waktu mungkin seumur hidup kita. Jadi kenapa tidak kita percayakan kepada yang ahli? Yaitu para ulama terbaik yang dimiliki Islam. Ulama yang terdekat dengan kehidupan Nabi. Ada 4 mazhab yang dikenal luas di negara-negara Islam saat ini yaitu Hanafi, Maliki, Syafii, dan Hambali. Di Indonesia mayoritas muslim memakai Mazhab Syafii, tapi perbedaan antara mazhab itu bukanlah hal yang berarti perpecahan karena tetap semuanya bersumber kepada Al-Quran dan Al-Hadis dan bertujuan memahami Al-Quran dan Al-Hadis agar sesuai syariah.

Lalu kalau sekarang muncul pendapat untuk kembali ke Al-Quran dan Al-Hadis dan tidak usah mengikuti mazhab itu bagaimana bisa padahal mazhab itu sendiri justru jalan untuk kembali ke Al-Qur'an dan Al-Hadis. Orang yang memilih untuk tidak bermazhab itu pun sebenarnya sedang membuat mazhabnya sendiri karena ia beribadah sesuai penafsirannya sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar