Minggu, 12 Juni 2016

CAREER OF EVIL (ROBERT GALBRAITH)



Di buku ini, Strike dihadapkan pada kasus pembunuhan yang diyakininya dilakukan oleh empat orang dari masa lalunya. Kasus ini menjadi sangat emosional bagi Strike karena melibatkan Robin sebagai rekan kerja dan juga sebagai orang yang diam-diam ingin dilindunginya. Batas-batas yang berusaha Strike jaga dalam berhubungan dengan Robin mengalami godaan yang besar kala hubungan Robin dan Matthew (tunangannya) sedang dilanda masalah yang besar. 

Buku ketiga serial Cormoran Strike ini menurut saya benar-benar menggali karakter Strike dan Robin (dan sedikit Matthew) secara mendalam. Bahkan masa lalu Robin yang mengejutkan juga hadir di sini memberi jawaban atas karakter Robin yang sangat berani dan membenci ketidakadilan. Yang menyebalkan dari buku ini adalah mengikuti jalannya penyelidikan yang dilakukan oleh Strike dan Robin. Jujur saja, petunjuk-petunjuk yang sangat irit yang diberikan oleh Galbraith sebagai penulis, membuat saya rasanya tidak sabar untuk segera membuka halaman terakhir buku ini. Ditambah lagi ada empat orang tersangka yang satu persatu harus diselidiki oleh Robin dan Strike. Selain itu, dendam pribadi yang dimiliki oleh Strike terhadap salah satu tersangka membuatnya tidak objektif sehingga mengabaikan petunjuk-petunjuk lain. Saya tidak melihat kemampuan Strike yang luar biasa di buku ini, justru Robin dan akal sehatnya yang sangat menonjol. 

Galbraith memang pencerita yang handal, tapi konflik di buku ini menurut saya terlalu sederhana jika dibandingkan penyelesaiannya yang berbelit-belit. Untungnya, ia menyelipkan beberapa chapter khusus untuk membawa pembaca melihat dari sudut pandang pelaku kejahatan. Itu cukup menghibur dan meredakan kelelahan pembaca dari perjalanan yang (sangat) panjang  mencari kebenaran. Jika tidak ada chapter-chapter itu, saya rasa saya akan sangat bosan.

Selasa, 07 Juni 2016

SAMAN (AYU UTAMI)




"Waktu adalah hal yang aneh sekali. Bagaimana dia bisa memisahkan kita dari kita di masa lalu?"

Saman adalah seorang pastor yang akhirnya memilih untuk meninggalkan dunia gereja untuk menjadi aktivis HAM. Perubahan itu bukan tanpa alasan. Konflik yang berat ada di belakang semua keputusan Saman. Dengan bantuan keempat sahabat (Tala, Laila, Cok, dan Yasmin) Saman yang masih dalam pengejaran berhasil melarikan diri ke luar negeri. Saman pernah memiliki masa lalu bersama Laila saat dia masih menjadi pastor. Namun kini, di dalam pelarian, Saman justru tertarik kepada Yasmin. Laila sendiri kini sedang sibuk jatuh cinta pada Sahar, seorang lelaki beristri. 

Jujur saja, saat pertama kali membaca blurb buku ini. Ekspektasi saya adalah saya akan disuguhi dengan cerita persahabatan keempat orang wanita yang berbeda karakter dan tentu ini akan menarik jika disajikan oleh Ayu Utami. Tapi ternyata, persahabatan itu tidak terlalu mendapat banyak porsi dalam cerita ini. Hanya Laila yang lumayan sering tampil. Mungkin saya harus membaca Larung yang katanya lanjutan dari buku Saman. 

Di balik banyaknya hal-hal vulgar yang ditabur di buku ini, ada pesan kuat yang hendak disampaikan oleh penulisnya. Hubungan lelaki dan perempuan, konflik-konflik kepentingan, masalah ketuhanan, isu-isu seksualitas, dan posisi perempuan di masyarakat yang tidak semua penulis berani untuk menuliskannya segamblang ini. Riset yang hebat membuat buku ini sangat kuat di detail sehingga tidak hanya menjadi buku roman biasa tapi juga membawa kita ke pengetahuan-pengetahuan dan pandangan baru.



Sumber gambar: https://www.tokopedia.com/bukubukuku/samanayu-utami

Minggu, 05 Juni 2016

PROJO DAN BROJO (ARSWENDO ATMOWILOTO)




"Kebenaran ada dalam kesederhanaan" (Halaman 187)


Membaca buku ini tidak akan lepas dari pesan-pesan politis dari penulisnya. Tapi ada baiknya kita kesampingkan dahulu soal itu. Menikmati lembar demi lembar buku ini, sangat menyenangkan. Bukan novel yang butuh waktu lama untuk diselesaikan karena bahasanya ringan dan dialognya mengalir dengan cerdas, kadang ada beberapa saat pembaca akan dibuat berhenti sejenak untuk merenung karena sebuah dialog, dan ada juga beberapa saat di mana pembaca akan dibuat tergelak karena sebuah dialog.



Projo dan Brojo sendiri adalah nama dua orang yang berbeda. Perbedaan kehidupan keduanya bagaikan bumi dan langit. Tapi, mereka punya satu persamaan yang akhirnya mempertemukan mereka berdua dalam kehidupan yang akan sangat rumit. Persamaan itu ada dalam bentuk fisik wajah yang sangat mirip. Projo sudah dua tahun mendekam dalam penjara karena terkena sebuah kasus. Brojo baru saja mengalami kesulitan ekonomi. Keadaan yang saling membutuhkan ini mempertemukan mereka dalam sebuah rencana yang telah diatur oleh orang kepercayaan Projo. Rencana itu adalah mereka harus bertukar peran. Brojo akan menggantikan Projo di penjara dengan bayaran yang besar dan Projo akan menjadi orang lain dalam penyamaran dengan tujuan untuk menyelidiki kasusnya, juga istrinya. Brojo yang di dalam penjara, walau mendapatkan semua yang dia butuhkan, juga memiliki permasalahan tersendiri. Ia harus menghadapi permasalahan Projo dengan para wanita-wanitanya juga kerinduan akan istrinya yang sangat sederhana, yaitu Wisuni. Bagaimana keduanya menghadapi keadaan ini dan bagaimana cara mereka mengakhiri cerita ini adalah bagian yang paling menarik dari buku. Wisuni sendiri menjadi sosok yang akan banyak menarik hati pembaca. Keluguannya, sikap nrimo-nya, kesederhanaannya, juga rasa percaya yang besar terhadap pasangannya menjadi penyeimbang di antara pusaran konflik yang sangat rumit antara kehidupan Projo dan Brojo.



Jika ada satu hal dalam buku ini yang harus dikomentari adalah masalah penulisan dialog karena jarang diikuti dengan nama pengucapnya, sehingga ada beberapa dialog yang agak membingungkan diucapkan oleh siapa. Tapi tentu itu tidak berpengaruh terlalu banyak terhadap cerita. Saya rekomendasikan buku ini untuk kalian yang ingin membaca buku dengan bahasa yang ringan dan mengalir namun sangat padat dengan dialog yang tidak mudah untuk dilupakan, kesan sederhana yang begitu membekas, juga konflik yang diolah dengan tidak biasa.




Sumber gambar : https://www.tokopedia.com/bukubookstore/projo-brojo-arswendo-atmowiloto

Rabu, 01 Juni 2016

86 (OKKY MADASARI)



Saat membaca setiap lembar 86, hanya satu kalimat ini yang terus menerus berulang dalam pikiran saya. "Penulis sangat menguasai ceritanya." Dia sangat mengetahui apa yang dipikirkan pembacanya kala cerita bergulir dan sangat peduli akan setiap detail kecil di ceritanya. Tidak ada ruang untuk meragukan kemampuan riset Okky dalam 86. Sangat mendalam dan ternyata tidak mengherankan karena ia sempat berkecimpung di dunia jurnalis bidang hukum dan korupsi.

Membaca buku ini benar-benar membuka wawasan dan pandangan. Masalah-masalah besar bangsa ini hadir dan menyatu dalam konflik kehidupan Arimbi. Bobroknya sistem peradilan, mafia hukum, suap-menyuap, korupsi, narkoba, dan intrik dalam penjara.

Sama seperti buku Okky yang lain yaitu "entrok" aroma idealisme sangat kental dirasakan. Buku-buku seperti inilah yang seharusnya banyak beredar di pasaran. Buku-buku yang kaya akan pesan moral, tidak menggurui namun pesannya sampai. 

Membaca buku ini efeknya malah lebih menakutkan dibanding membaca UU Tipikor, ia menunjukkan segala detail yang menyesakkan tentang kehidupan seorang terpidana korupsi dan efek yang akan menderanya dalam kehidupan sosial. Tidak terbayangkan beratnya menjadi Arimbi terutama saat ibunya terpaksa dioperasi dan Bapaknya terpaksa menjual kebun satu-satunya yang selama ini digunakan untuk menafkahi keluarga demi biaya operasi. Tidak ada uang untuk besok makan dan Arimbi tidak bisa berbuat apa-apa untuk meringankan beban itu karena dia sendiri di dalam penjara. Kehidupan penjara yang kelam yang biasa saya dengar selama ini, dibeberkan secara blak-blakan dan membuat ngeri. 

Konflik yang ada benar-benar tersusun dengan baik. Karakter tokoh utama yaitu Arimbi dan Ananta juga tidak berlebihan. Semua diceritakan dengan proporsional lengkap dengan kekurangan dan kelebihan masing-masing. 


Satu narasi tentang 'masa lalu' yang saya suka: 
"Dia sedang memandang masa lalu sebagai kewajaran. Diceritakan ulang hanya sebagai kenangan dan hiburan."

Sumber gambar : https://www.goodreads.com/book/show/10642206-86