Minggu, 15 Januari 2017

KERUMUNAN TERAKHIR (OKKY MADASARI)


Ini adalah buku ketiga dari Okky Madasari yang saya baca setelah Entrok (2010) dan 86 (2011). Masih menyajikan kritik sosial, buku ini dibagi menjadi 3 bagian yaitu Dunia Pertama, di mana Jaya mengalami kesedihan-kesedihan dalam hidupnya akibat perilaku Bapaknya yang suka main perempuan, Ibunya yang akhirnya meninggalkan Jaya dan adik-adiknya karena tidak kuat menerima perilaku Bapaknya, kisah cinta masa kuliahnya bersama Meira yang harus kandas karena kesedihannya ditinggal pergi Ibu, pelarian-pelariannya ke tempat-tempat asusila hanya untuk mendapatkan kesenangan sesaat, dan kepergiannya menyusul Meira untuk mencari apa yang dia anggap masa depan. 

Lalu ada Dunia Kedua. Dunia Baru tempat Jaya mulai mengenal internet karena dipaksa Meira membuat e-mail untuk mencari pekerjaan di Jakarta. Di Dunia Baru ini jugalah Jaya hidup kembali sebagai Matajaya. Orang yang sangat populer karena pintar bercerita. Cerita yang ia bagikan dilikes dan dishare oleh ribuan orang. Ia menjelma menjadi sumber inspirasi yang sangat heroik. Kisah-kisah hidupnya yang berantakan ia sunting agar mengesankan. Jaya yang di dunia nyata diam saja melihat ibunya diperlakukan buruk oleh bapaknya karena masih tergantung secara finansial, disulap menjadi seorang pahlawan yang menghajar bapaknya habis-habisan. Toh di Dunia Baru, kebohongan dan kebenaran tidak ada bedanya. Di Dunia Baru ini juga Jaya mengenal Kara, gadis nekat penuh dendam yang sangat percaya akan cerita-cerita hidup Matajaya. 


Bagian ketiga dari buku ini adalah Dua Dunia Bermuara. Bagian ini menunjukkan bahwa Dunia Pertama dan Dunia Kedua tidaklah benar-benar tidak berhubungan. Apa yang dilakukan Matajaya di Dunia Baru tidak bisa lepas begitu saja saat ia meninggalkannya. Ada hukum yang mengejarnya, ada Kara yang berasal dari Dunia Baru namun mengajaknya bertemu di Dunia Pertama, ada Meira dari Dunia Pertama yang kini mulai hadir di Dunia Baru bahkan mulai populer, dan ada Bapak yang kini juga menjadi penghuni Dunia Baru. Dunia Baru bukanlah dunia yang aman lagi untuk Jaya berlari. Dunia Baru juga sudah bising, Dunia Baru juga diawasi, dan satu kesalahan saja, maka Dunia Baru Jaya akan bermuara di dalam penjara. Penjara yang ada di Dunia Pertama.


Seperti biasa, setiap membaca buku Okky Madasari saya sulit untuk berhenti. Berbeda dengan Entrok yang sarat nilai sejarah, buku Kerumunan Terakhir ini sangat kekinian. Tentang fenoma manusia-manusia yang sangat populer di dunia maya, yang setiap perkataannya mampu menggerakkan ribuan orang. Orator-orator masa kini yang tidak perlu gagah dan berwibawa untuk mendulang massa, tidak perlu pidato berapi-api di atas podium. Cukup dengan pintar bermain kata, maka menjelmalah ia sebagai raja yang titahnya harus segera terlaksana. Okky memberi contoh lewat tokoh Akardewa di buku ini. Akardewa yang memiliki kekurangan fisik, tidak ada wibawa, tidak memiliki kecukupan finansial, namun mampu menjebak memikat banyak wanita termasuk Maera karena kepopulerannya di dunia maya. 

Namun, saya benar-benar tidak suka dengan tokoh Jaya. Bagi saya, sebagai tokoh utama, benar-benar tidak ada hal positif yang bisa dipelajari darinya. Kehancurannya, kemarahannya, pelariannya ke hal-hal negatif, ketidakpeduliannya terhadap adik-adik dan ibunya, kebohongannya untuk bisa populer di dunia maya, kemalasannya untuk memulai hidup baru dengan mencari kerja, gaya hidupnya yang tinggal serumah dengan Meira, bahkan ketidakbijakannya yang berulang-ulang dalam menggunakan internet benar-benar memuakkan. 

Banyak hal kontradiktif yang saya temukan di novel ini. Di satu sisi Jaya sangat tidak suka diingatkan kalau ia masih bergantung secara finansial terhadap ayahnya, tapi di sisi lain ia masih meminta transferan uang dari ayahnya. Di bagian lain, ia sering merindukan Ibunya, tapi tidak ada sedikit pun keberanian untuk pergi ke tempat ibunya selama bertahun-tahun, padahal ia laki-laki yang bebas karena kuliah sudah ditinggalkannya, padahal juga ia tahu di mana Ibunya berada. Ada pula cerita kalau ia tidak peduli akan adik-adiknya dan meninggalkan mereka di rumah, bahkan menghubungi mereka pun sangat jarang, tapi di bagian lain ia bisa langsung meluncur pulang ke rumah yang sudah lama ditinggalkannya saat adiknya, Juwi terkena masalah karena internet. Di satu sisi Jaya terlihat begitu pemarah dan tidak mudah memaafkan karena ia begitu menyimpan dendam dan kemarahan kepada ayahnya, tapi di sisi lain tidak ada kemarahan sama sekali atas apa yang telah dilakukan Meira di internet. Apa karena Jaya sudah sebegitu hancur harga dirinya sebagai laki-laki? Atau karena dia merasa bahwa dia juga lebih buruk dari Meira? Atau bahkan karena dia begitu pemaaf sehingga begitu mudah memaafkan Meira yang mana sepertinya sangat tidak mungkin. 

Selain itu, saya agak terganggu dengan ending dari buku ini. Kenapa harus ada kemarahan lagi? Kenapa Jaya harus menyeret ibunya ke dalam Dunia Baru untuk menggagalkan karir baru bapaknya? Untuk melampiaskan kemarahan atau untuk alasan idealis yang dijelaskan oleh ibunya, "Agar perguruan tinggi yang seharusnya menjunjung nilai-nilai kebaikan, kejujuran, kemanusiaan, tak dicemari oleh orang seperti dia."

Adegan yang paling akhir pun menurut saya terlalu dipaksakan, mungkin hanya untuk meninggalkan pesan bahwa di daerah yang dirasa paling terpencil pun, Dunia Pertama tidak akan lepas dari Dunia Baru.

Tapi, walaupun menurut saya karakter yang dibangun tidak cukup kuat jika dibandingkan buku-buku Okky yang lain, tetap saja buku ini saya rekomendasikan untuk semua bagian kerumunan. 

2 komentar:

  1. Kupikir mau dikupas pakai kacamata anak Fisip...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aku malah lupa kalau aku anak FISIP *kehilangan identitas*

      Hapus