Sabtu, 11 Maret 2017

Tentang Puisi yang Menampar


Satu-satunya buku puisi yang saya miliki adalah kumpulan puisinya Wiji Thukul milik Om Taurus (punya Om Taurus berarti punya saya juga yes). Itu juga edisi terbatas karena merupakan bonus dari membeli majalah Tempo edisi khusus Wiji Thukul. Ada dua puisi Wiji Thukul yang saya catat dan ingat-ingat terus karena lumayan menampar. Dua puisi Wiji Thukul ini berjudul Meditasi Membaca Buku dan Catatan.

Meditasi Membaca Buku

Buku membuat aku jadi pribadi sendiri
Aku terpisah dari orang-orang
Yang bekerja membangun dunia
Dengan pukul palu peluh dan tenaga
Aku merasa lebih mulia
Karena memiliki pengetahuan dan mampu membeli
Aku merasa plus dan tak rendah diri
Lebih dari yang lain
Biarpun tak menindakkan apa-apa

Aku bisa membuat alasan
Aku jadi lebih pintar berargumentasi
Dan diskusi panjang lebar
Biarpun tidak menindakkan apa-apa

Aku kenal penyair-penyair besar 

Dan merasa lebih berarti
Aku mengangguk-angguk saja ngantuk
Mengagumi orang-orang besar
Pikiranku meloncat-loncat
Mencekal rumus-rumus
Dengan kepercayaan yang tulus
Lalu merasa lain dari yang kemarin
Dan lebih ilmiah
Biarpun tidak menindakkan apa-apa

Dan tak berani menolak printah
Apalagi membangkang si pemerintah
Yang tak berakal sehat 
Buku membuat tanganku tak kotor
Aku merasa takut kotor
Dan disebut tukang
Biarpun aku ini sama saja
Dengan kalian yang bekerja 
Menggali jalan-jalan untuk telephone
Yang bekerja dengan pukul palu peluh dan tenaga
Mendirikan gedung-gedung bagus dan kantor negara

Buku-buku mendudukkan aku
ditempat yang tak boleh diganggu
Saudara-saudara bangunkan aku! (sorogenen, 14 maret 1988)



Catatan

lagi kau tangkap aku
kucatat

lagi kau puntir tanganku 
kucatat

lagi kau rotan tempurung kepalaku
kucatat

lakukan sampai aku berludah darah
biar terkumpul bukti

lakukan di depan orang ramai 
tunjukkan kepada mereka pistol dan pentungan kalian
biar mereka lihat sendiri

lagi kau aniaya aku
kucatat

tubuhku adalah bukti
ketika kau pukul berkali-kali
orang ramai melihat sendiri

kucatat
aku terus mencatat (6 Mei 1995- kampung kalangan solo)


Kenapa saya menyukai dua puisi ini? Puisi pertama adalah puisi yang cukup menampar pembaca buku seperti saya. Saya mencatat puisi ini sebagai pengingat bahwa sebanyak apa pun buku yang saya baca, sedalam apa pun ilmu yang saya punya, tidak akan punya manfaat apa-apa jika tidak membawa saya ke dalam tindakan-tindakan yang memberi manfaat kebaikan bagi orang lain. Sedangkan puisi kedua, adalah puisi yang saya catat karena semangatnya yang membakar. Puisi itu menjadi pengingat saya bahwa apa pun yang terjadi, tulis! Catat! Karena ingatan bisa hilang, tapi tulisan akan abadi bila terus dibaca orang. Apalagi jika terus disebarkan.

10 komentar:

  1. Puisi pertama itu membuat saya merasa bodoh 😓

    Puisi kedua mengingatkan saya pd slah satu idola saya yg blm pernah ketemu, padahal orangnya di Jogja-: Bob Sick

    BalasHapus
    Balasan
    1. Oh iya judule kurang huruf i

      Hapus
    2. Sudah aku ganti, Mas. Matur nuwun, nggih...

      Hapus
    3. Bob Sick? Kenapa mengingatkan ke dia? *venasarandh*

      Hapus
    4. Karena saya kagum dgn jalan hidupnya yg pemberani & keren itu

      Hapus
    5. Ohiya jalan hidupnya ya seperti puisi kedua itu, pernah dihajar aparat keparat sampai nyaris mati 😓

      Hapus
    6. Kayaknya saya harus cari tahu karena menarik..atau kamu tulis, Mas hehehe

      Hapus
    7. Kisah hidup Bob Sick & sahabat2nya bisa didonlot di sana mb, gratis http://kbea.co/2016/01/unduh-gratis-menanam-padi-di-langit/

      Hapus
  2. Puisi pertama itu mau aku simpan juga, ya, tan... buat mengingatkan.

    Buat yang kedua, ayo semangat! :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, Tan. Aku juga simpan puisi itu buat mengingatkan :)

      Hapus