Gambar dari sini
Saya sebulan ini merasa punya utang karena belum juga mendokumentasikan
melalui blog tentang detik-detik kehadiran anak kedua saya. Postingan
tentang itu akan saya tulis di postingan berikutnya mungkin.
Jujur semenjak melahirkan, saya merasa kehilangan keseimbangan. Semangat
untuk menulis terasa hilang, juga semangat untuk berinteraksi, dan
membereskan banyak target dan pekerjaan. Padahal menyambut kelahiran
kali ini sudah saya siapkan matang-matang. Mulai dari fisik, mental,
termasuk di dalamnya adalah kelapangan hati, pilihan-pilihan, dan
konsekuensi. Tapi tetap, tidak membuat saya merasa siap segalanya.
Sebulan ini
saya sangat tidak produktif dalam hal menata kehidupan yang terkait
dengan saya pribadi. Di luar itu, saya cukup keras kepala untuk berjuang
menjadi ibu ASI bagi Inaranti. Saya cukup keras kepala untuk menjadi
ibu yang berusaha tetap memberikan perhatian yang sama bagi Zahir, dan juga berusaha
menjadi istri yang tidak menyebalkan karena kelelahan bagi Om Taurus.
Semua tampak baik-baik saja. Kecuali diri saya. Saya tidak bisa
menentukan prioritas, mengatur waktu, menyisihkan kesenangan untuk diri
saya sendiri. Me time saya hanya social media dan drama korea. Itu madu dan racun
ternyata.
Saya menyadari bahwa saya harus mulai menata hari. Saya harus konsisten untuk
menciptakan rutinitas karena sepertinya itu yang saya butuhkan sekarang.
Setiap hari itu yang selalu saya katakan. Menciptakan target-target
bagi diri saya sendiri. Suatu waktu saya menargetkan mandi pukul 4 pagi.
Untuk apa? Agar terbiasa nanti saat bekerja. Target terpenuhi untuk
satu hari. Besoknya saya kembali mengulang kebebasan yang sama, yang
benar-benar menggelisahkan. Di lain waktu, saya menargetkan untuk tidur
lebih cepat, tidur saat Inaranti tidur agar tidak benar-benar kelelahan
tapi lagi-lagi hanya bertahan selama satu hari. Besok-besoknya adalah
excuse dan kompromi terhadap pilihan saya untuk kembali begadang. Dan saya kembali
mengulang lingkaran setan kemalasan yang saya ciptakan sendiri.
Bagi sebagian
orang mungkin ini adalah hal-hal kecil yang harusnya dinikmati saja,
tapi bagi saya, hal-hal seperti ini membuat frustasi. Tidak bisa
menciptakan rutinitas positif, tidak memiliki pencapaian, tidak mampu membuat
prioritas seperti yang biasa saya lakukan. It's killing me. Saya butuh
sujud, butuh mengadu, dan menangis. Tapi masih dalam masa nifas. Mungkin
itu juga salah satu penyebabnya, karena saya merasa tidak cukup dekat
untuk bisa berpegangan dengan sesuatu yang Maha Kuat dan Maha Besar.
Masih ada dua bulan lagi sebelum saya masuk kerja. Saya benar-benar harus merapikan hidup karena 1 bulan ini tidak menghasilkan apa-apa selain mood yang naik turun dan hari yang terus berubah tanpa saya menyadari bedanya karena semua terasa sama saja. Ada DL tulisan yang harus saya serahkan kepada editor, ada tanggung jawab pekerjaan yang harus saya selesaikan, ada Inaranti, Zahir, dan Om Taurus yang membutuhkan saya yang bahagia dan sudah berdamai dengan diri sendiri. Saya harus membereskan semua kesedihan.
Masih ada dua bulan lagi sebelum saya masuk kerja. Saya benar-benar harus merapikan hidup karena 1 bulan ini tidak menghasilkan apa-apa selain mood yang naik turun dan hari yang terus berubah tanpa saya menyadari bedanya karena semua terasa sama saja. Ada DL tulisan yang harus saya serahkan kepada editor, ada tanggung jawab pekerjaan yang harus saya selesaikan, ada Inaranti, Zahir, dan Om Taurus yang membutuhkan saya yang bahagia dan sudah berdamai dengan diri sendiri. Saya harus membereskan semua kesedihan.
TanGi pasti bisa, insyaAllah... Take your time, Tan, and you'll see how resilient you are ����
BalasHapusAamiin, Tan. Makasi banyak yhaaa. Ini perlahan mulai kembali berutinitas lagi. Menetapkan target lagi. Semangat menulis lagi tapi ngeselinnya kok malah semangat nulis yang lain-lain sementara tulisan yang udah ada DL nya malah gak semangat hahaha...
HapusSemangat, Mbak Anggiiii... Kalau mau main, aku siap lho menemani. 😁
BalasHapusPastinya, kan vitaminnya aku hahaha
Hapus