Senin, 20 Juli 2020

Tentang Solusi Sunatan Bandar Lampung



ZAHIR SUNAT!!!

🗣️ : Biasa ajaa... (kata netizen)

Jujur ya, saat punya anak laki-laki, kekhawatiran saya yang lumayan bikin deg-degan adalah SUNAT! Whaay? Karena sampai sebidadari ini, saya benar-benar tidak punya pengalaman melihat orang sunat. Maklum, kakak beradik perempuan semua. Jadi, bisa dibilang, urusan sunat ini saya pasrahkan saja ke Om Taurus. Om Taurus bilang, nanti saja sunatnya saat Zahir naik ke kelas 4. Oh, oke. Masih lama pikir saya saat itu. Masih bisa santai. Tapi lalu tiba-tiba negara api menyerang. Serangan itu dalam bentuk wabah virus covid-19 yang membuat sekolah libur berbulan-bulan. Itu juga yang membuat Om Taurus berubah pikiran.
"Mumpung libur panjang, sekarang-sekarang saja deh Zahir sunatnya." katanya 3 minggu sebelum hari H.
"Kamu cariin tempat sunat yang bagus ya." Titahnya kemudian.
"Bhaiq, paduka."

Lalu saya pun mulai browsing-browsing tempat sunat yang bagus di Lampung. Dari hasil browsing ditambah pengalaman teman-teman dan bisik-bisik tetangga, ketemulah saya dengan Solusi Sunatan. Tempat sunat yang jaraknya tidak sampai 3 km saja dari rumah. Wah, ada tempat seterkenal ini kok saya tidak tahu ya? Mungkin karena memang tidak dicari. Lagipula manusia kan gitu, hanya fokus terhadap hal-hal yang ia butuhkan. 

Sebelum sunat tentu saja tanya anaknya dulu dong. Zahirnya mau? Tentu tidak katanya. Om Taurus mengeluarkan jurus rayuannya, 
"Kalau mau nanti dikasih hape baru." Saya yang jiwa perhitungannya kambuh langsung meralat rayuan Om Taurus.

"Nggak, hp Zahir masih bagus. Kalau Zahir mau sunat, Mama kasih SIM card?" yang langsung disambut anggukan Zahir. Huft selamat deh dua jutaan 🤣. Mamanya emang paling tahu yang dimau anak kok. *tepok dada*

Jadi Zahir ini, sejak diberi ponsel lungsuran Om Taurus yang sudah sedikit retak, main ponsel di weekendnya (Zahir hanya boleh main ponsel saat weekend) sudah pakai ponsel lungsuran itu, tidak lagi pakai ponsel Mama atau Papanya. Tapii...ponsel itu tidak ada SIM card jadi tetap saja, saat weekend dia akan sibuk merayu-rayu Mama dan Papanya untuk minta tethering. Ciyaaan. Padahal weekend tuh hak dia tapi sering ditunda-tunda. Jadi, sepertinya Zahir merasa butuh SIM card sendiri agar punya otonomi atas hapenya ðŸ˜‚

Mengingat dua jutaan yang berhasil diselamatkan karena cukup membeli SIM card saja, saya pun bertanya lagi agak menantang, 
"Selain itu mau apa lagi?" 
Tapi dasar Zahir anak soleh dan anak baik (Aamiin) dia memang punya 3 permintaan lain yang Alhamdulillah ya gak mahal-mahal amat, yaitu :
  • Buku keluarga super irit. (Siap, ini mah beliin 3 biji juga sanggup Emaknya)
  • Lolipop warna-warni besar (ini entah anaknya kabita gara-gara apa...)
  • Macaroni kejunya PHD. (Asik! Sama minumnya juga boleh ini, mah)

Setelah lobi-lobi dengan Zahir selesai, seminggu sebelum rencana sunat, saya hubungi Solusi Sunatan. Saya tanya-tanya semuanya dan bilang mau daftar untuk minggu depan di hari Sabtu. Tapi ternyata tidak begitu cara daftarnya, karena saat weekend, biasanya banyak pasien dadakan jadi sistemnya 'siapa cepat dia dapat' alias siapa datang duluan, ia akan dilayani lebih dulu. Informasi yang saya dapat lewat telepon antara lain:
  • Klinik buka pukul 8 pagi lalu tindakan dokter dimulai pukul 9 pagi. 
  • Tindakan sekitar 10 menit saja dengan bius lokal menggunakan jarum bayi 
  • Teknik yang diunggulkan adalah teknik klem. Teknik ini menggunakan laser dan tanpa jahitan. Jadi setelah disunat lukanya tidak dijahit tapi dipasang semacam tabung. Teknik ini dinilai banyak orang lebih nyaman karena meminimalisir pendarahan dan rasa sakit, durasi pengerjaan yang singkat, dan lebih cepat sembuh. 
  • Tiga hari setelah sunat, tabung dilepas kembali di Solusi Sunatan. 

H-2
Mempersiapkan hari H ini lebih khawatir ke jadwal Om Taurus daripada ke jadwal sunatnya karena waktu sunatan ini sudah mundur satu minggu dari jadwal untuk menyesuaikan dengan pekerjaan Om Taurus yang lagi padat-padatnya even di weekend. Saya bahkan harus mereschedule pesanan tumpeng yang sudah dipesan seminggu sebelumnya. Untung saja boleh. Dan untung saja, saya belum mengundang keluarga Eyang untuk datang. Iya, rencananya memang ada syukuran kecil-kecilan di rumah Oma. Hanya makan siang keluarga bersama, tapi tetap saja harus dipersiapkan, kaan...

Jumat sore, saya menelepon Solusi Sunatan untuk mendaftar kunjungan besok (Sabtu pagi) setelah mendapat kepastian bahwa weekend ini Om Taurus tidak akan mendadak harus ke kantor lagi. Saya tetap mendaftar walaupun saya tahu sih itu tidak berpengaruh karena mereka sudah wanti-wanti bahwa yang datang duluan akan dilayani lebih dulu. Di telepon mereka bilang bahwa sebelum Zahir, sudah ada 6 orang yang lebih dahulu reservasi. Wah, alamat besok bangun pagi  nih...

Hari H
Tidak ada persiapan khusus. Saya bahkan bangun kesiangan. Hingga Zahir tidak sempat sarapan. Dengan buru-buru, saya bawakan Zahir sarung untuk anak yang jauh-jauh hari sudah saya beli di Toko Chiko Baby Shop dan Toko Bani Batuta setelah tanya-tanya dengan Cici, teman SMA yang merangkap juragan Bebek Belvr. Saya juga membawa satu setel baju ganti untuk Zahir (baju, celana pendek, & underwear). Saya juga tidak tahu sih buat apa. Saya hanya merasa harus membawanya. Juga handuk kecil dan kain kasa. Lagi-lagi tidak ada alasan khusus membawanya, hanya karena ingin saja. Yang penting-penting seperti sarapan dan air minum malah tidak dibawa. Dasar aku! Jadi apakah baranng-barang yang saya bawa berguna? TIDAK! Jadi sudahlah, bawa sarung saja dan cemilan yang banyak.

Sampai di Tempat
Pintu Masuk dan Halaman Parkir Solusi Sunatan
Kami (Saya, Om Taurus, dan Zahir) tiba di Solusi Sunatan pukul 07.45 WIB dan sudah ada sekitar 5 atau 6 mobil yang parkir. Untung halaman parkirnya cukup luas jadi kami tidak harus parkir di bahu jalan. Saya dan Zahir masuk lebih dahulu sementara Om Taurus lanjut memarkirkan mobil. Di pintu masuk tertulis bahwa yang boleh masuk ke dalam ruangan hanya 3 orang yaitu Ayah, Ibu, dan anak yang akan disunat. Melewati pintu masuk, kami disambut oleh ruangan luas tanpa sekat dengan cat berwarna merah yang berisi beberapa tempat duduk dan satu meja panjang untuk pendaftaran serta lemari dan rak susun. Saya mendekati meja dan petugas segera memberi nomor antrian. Zahir mendapat nomor 6. 

Ruang Tunggu

Selama menunggu petugas yang sedang membantu antrean sebelum Zahir untuk mengisi form pendaftaran, Zahir diminta menimbang terlebih dahulu. Formulir pendaftaran yang diisi berupa data diri sederhana berupa nama anak yang disunat, nama dan alamat orangtua, nomor telepon, riwayat penyakit, keterangan tentang berat badan, tinggi, dan alergi pada anak. Setelah mengisi semuanya, kami diminta menunggu lagi karena tindakan baru dimulai pukul 09.00.

Saat menunggu, Eyang dan bunda-bundanya Zahir ternyata ikut datang. Jadilah Zahir menjadi satu-satunya anak yang memiliki pengantar sunatan paling banyak ðŸ˜‚. Total yang mengantar Zahir ada 8 orang termasuk mama dan papanya. Tapi untung saja mereka datang karena Zahir jadi ada teman menunggu di mobil dan sarapan. 

Jam 9 pas, nomor antrean pertama masuk ke ruangan. Tidak ada suara dan selesai tanpa tangisan. Malah tertawa-tawa. Lumayan tenanglah saya. Keadaan seperti itu berlangsung hingga antrean ke-4. Semua tenang di dalam ruangan dan keluar tanpa isak tangis. Padahal salah satu alasan saya menyuruh Zahir menunggu di mobil adalah saya takut kalau ada anak yang menangis, maka Zahir jadi panik dan takut. Untunglah tidak seperti yang saya khawatirkan.

Saat antrean ke-4 hampir selesai, saya mengajak Zahir turun dari mobil dan menunggu di ruang tunggu bersama saya dan Om Taurus. Antrean ke-5 masuk. Zahir sudah duduk manis di ruang tunggu ketika....

ANAK ANTREAN KE-5 MENJERIT KENCANG. MENANGIS HEBOH. BERMENIT-MENIT!!!

Saya segera mengalihkan perhatian Zahir yang tiba-tiba diam menatap pintu ruang dokter. Ponsel yang tadinya saya singkirkan, saya berikan lagi dan menyuruh Zahir melanjutkan gamenya untuk mengalihkan perhatian. Yaelah, adek nomor 5, kenapa kamu harus nangisnya pas banget sebelum Zahir masuk1!1! Grrrr.....

Show Time!
Antrean ke-5 keluar dengan masih terisak-isak. Zahir masuk ke ruang dokter dengan mata masih fokus ke game di ponsel hingga dokter memintanya menaruh ponsel dan duduk di depan dokter. Dokter yang masih muda dan berkacamata itu pun memulai approaches...

Pak Dokter Memulai PDKT

"Zahir pernah digigit semut, nggak?" 
"Pernah" 
"Sakit, nggak?" 
"Sakit." 
"Nangis nggak?" 
"Nggak" 
"Nah, nanti Zahir akan merasa seperti digigit semut ya, sakit tapi ya tidak bikin Zahir nangis. Oke?" Zahir ngangguk.

(Dialog ini di kemudian hari selalu diingat Zahir. Katanya, "Benar juga ya kata Dokter waktu itu. Sunat itu rasanya cuma kayak digigit semut aja. Tapi seribu semut!!" katanya ngegas. Waw...he learnt sarcasm.)

Zahir diminta berbaring di tempat tidur. Matanya diminta fokus saja ke ponsel. Sebenarnya ada tablet berukuran besar di meja dokter. Boleh dipakai tapi Zahir memilih menggunakan ponsel milik Mbak Hana, sepupunya, yang memiliki games yang ia sukai. Tapi Zahir tetap tidak bisa fokus, sekali-sekali kepalanya diangkat untuk melihat apa yang sedang dokter lakukan. Saat bius dengan jarum kecil ditusukkan, ia menjerit kecil tapi kemudian kembali melihat ponselnya. Dokter pun tampak menikmati pekerjaannya dan mengerjakan proses sunat sambil diiringi lagu Widuri yang ia setel dari ponselnya segera setelah bius bekerja. Gerakannya cepat dan terampil, mulutnya tidak lupa merayu Zahir dan mengatakan hal-hal manis seperti, 
"Wah, Zahir jagoan." 
"Ini tidak sakit lagi yaa.." 
"Ini hanya akan terasa geli saja, kok."  
Dst.
Proses Sunat

Saya yang belum pernah melihat proses sunat pun merekam semuanya dari awal sampai akhir. Diizinkan oleh dokter, sementara Om Taurus bertugas mengajak Zahir ngobrol . Proses sunat berlangsung singkat. Setelahnya perawat memberi tutorial singkat cara perawatan luka, yaitu..

"Buang air kecil dan mandi biasa saja tapi nanti bagian dalam tabung harus dikeringkan dengan cotton bud tanpa mengenai ujung penis. Kemudian bagian luar tabung ditetesi obat 1 tetes dan bagian dalam ditetesi obat 2 tetes 3x sehari."

Zahir keluar ruangan dokter tanpa air mata, tanpa drama. Tentu saja karena bius masih bekerja. Itu juga penyebab anak-anak keluar ruangan dokter dan masih bisa tersenyum senang. Sambil menyelesaikan pembayaran, perawat menginfokan ulang tentang perawatan luka. Kali ini saya rekam di ponsel agar tidak lupa.  Zahir diberi obat pereda nyeri dan vitamin penambah nafsu makan yang membuatnya tidak sengaja menyemburkan obat ke muka saya. Zahir memang tidak pernah suka rasa vitamin-vitamin dalam bentuk cair. 

Pesan dari perawatnya, 
"Hari Rabu, Zahir jadwal copot tabung ya, Bu. Selain itu saat adiknya mulai merasa sakit, obat pereda nyeri dan anti radangnya langsung diminumkan lagi ya, Bu. Karena itu tandanya bius mulai hilang"

Biayanya berapa? Biaya lengkap di Solusi Sunatan saya dapat dari blognya Mbak Heni Puspita 

Biaya sunat smartklamp
1. Di klinik Rp 850.000,-
2. Di rumah Rp 1.200.000 s.d 1.400.000,- (tergantung jarak dan lokasi)

Biaya sunat konvensional
1. Di klinik Rp 850.000,-
2. Di rumah Rp 1.200.000 s.d 1.400.000, - (tergantung jarak dan lokasi)

Biaya sunat laser
1. Di klinik Rp 850.000,-
2. Di rumah Rp 1.200.000 s.d 1.400.000, - (tergantung jarak dan lokasi)

Biaya sunat ABK (dengan smartklamp)
1. Di klinik Rp 1.200.000,- | untuk dewasa Rp 1.500.000,-
2. Di rumah Rp 1.500.000,- s.d Rp 1.750.000,- | untuk dewasa Rp 1.850.000 s.d Rp 2.050.000,-

Biaya sunat dewasa (wajib cek laboratorium)
Di klinik Rp 1.500.000,-

Biaya sunat anak gemuk
1. Di klinik Rp 1.500.000,-
2. Di rumah Rp 1.850.000,- s.d Rp 2.050.000,- (tergantung jarak dan lokasi)

Zahir sendiri menggunakan metode smartklamp jadi saya membayar sebesar Rp. 850.000,-

Pasca Khitan
Sekitar 1 jam, Zahir anteng-anteng saja. Sampai di rumah, langsung masuk kamar dan mulai asik dengan gamenya. Eyang dan Bunda-Bunda serta Mbak-Mbaknya yang kepo mau lihat hasil sunat, dilarang oleh Zahir. Setelah bius habis, mulai deh dia mengeluh kesakitan dan segera saya beri obat anti nyeri dan anti radangnya. Tapi puncaknya saat mau BAK, selesainya seperti yang disarankan oleh perawat harus disiram dan dibersihkan seperti biasa, ternyata menimbulkan rasa sakit yang lumayan. Yah, namanya juga luka pada kulit terbuka. Wajar saja jika Zahir bilang rasanya seperti ditusuk ribuan jarum. Menangis deh. Tapi tidak apa-apa, BAK berikutnya masih meringis-ringis tapi tidak sampai menangis lagi. Yang agak drama paling pada saat mengeringkan tabung dengan cotton bud karena Zahir sibuk teriak-teriak kesakitan padahal kena kulitnya saja tidak ðŸ˜Œ 

Bunda-bunda yang masih kepo dimarahinya. Galak sekali. Akhirnya semua menyingkir keluar dari kamar dan menikmati makan siang yang dipersembahkan oleh tumpeng dari Sedop Nasi Kuning. Kasih link deh karena memang selalu puas pesan di sini. Banyak request dan tanggalnya mundur-mundur pun pesanan tidak pernah ada yang keliru dan tepat waktu. Soal rasa juga tidak perlu khawatir karena memang enak sekali. Ini penampakan tumpeng untuk makan-makan sekeluarga. 



H+1
Sudah tidak ada drama lagi. Tapi masih pakai sarung. Belum mau jalan-jalan, masih bermalas-malasan di kasur saja.

H+2
Sudah ditinggal Mamanya kerja, sudah bisa v-con dengan teman-temannya karena memang hari pertama sekolah via zoom. Mamanya izin ke HRT untuk Zahir memakai sarung sebagai bawahannya. Bukan seragam sekolah. Anaknya sudah jalan-jalan keliling rumah.

H+3
Sudah ke kamar mandi sendiri, bersih-bersih sendiri, hanya masih dibantu mengeringkan bagian dalam tabung dan memberikan obat tetes di luka karena susah dilakukan sendiri. 

H+4
Waktunya lepas tabung. Sebelumnya Zahir diminta berendam dulu dengan air hangat. Berhubung tidak ada bathub, ya akhirnya bak mandi Inara yang memang besar ukurannya dipakai Zahir berendam ðŸ˜‚,15 menit sekaligus mandi. Selesai mandi, dikeringkan lagi lalu sekitar tabung yang biasanya ditetesi obat kali ini ditetesi baby oil (sesuai instruksi perawat) menjelang berangkat. Proses lepas tabungnya juga cukup singkat tidak sampai 5 menit. Tapi lagi-lagi Zahir drama. Menangis setelah tabung dilepas. Tidak lama menangisnya dan lebih karena rasa tidak nyaman menurut saya. Perawatan setelah tabung dilepas lebih sederhana. Luka bekas himpitan tabung cukup dibalut kasa yang sudah ditetesi providine iodin alias Betadine selama beberapa detik 3x sehari dan nanti katanya lukanya akan terkelupas sendiri. Zahir juga sudah boleh pakai celana seperti biasa. Oh, iya. Biaya lepas tabung Rp. 50.000,- sudah termasuk Betadine dan kain kassa.

Saat tulisan ini diposting, sudah tidak ada keluhan apa-apa. Luka bekas himpitan tabung belum terkelupas tapi tidak ada lagi rasa sakit. Anaknya sudah lari-lari dan main sepeda.

Terima kasih sudah berani dikhitan, Zahir. Terima kasih juga sudah bersedia menanggung rasa sakit dan tidak nyamannya. 

2 komentar:

  1. waduh baru bacaa.
    udah berbulan2 ga buka feedly soalnya, maapkeun
    dan soal sunat, walau saya pernah disunat (yaiyalaah haha)
    tapi pas anak2 lelaki saya disunat, saya kabur, ga tega hahaha
    jadi aja itu yg ngejagain ibunya eh uminya,
    mana ada satu lagi nih si bungsu yg belum disunat, saya ntar kabur kemana lg ya hihihi

    BalasHapus
  2. Lha, kok saya juga baru baca komentarnya ya. Hahaha...saya justru kepo berat karena memang tidak punya pengalaman apa2 soal sunat menyunat ini. First timer banget lihat beginian. ��

    BalasHapus